اَلْحَمْدُ
لِلهِ الَّذِيْ مَنْ تَوَكَّلَ عَلَيْهِ بِصِدْقِ نِيَّةٍ كَفَاهُ وَمَنْ
تَوَسَّلَ إِلَيْهِ بِاتِّبَاعِ شَرِيْعَتِهِ قَرَّبَهُ وَأَدْنَاهُ وَمَنِ
اسْتَنْصَرَهُ عَلَى أَعْدَائِهِ وَحَسَدَتِهِ نَصَرَهُ وَتَوَلاَّهُ
أشهد
ان لا اله الا الله وحده لا شريك له. واشهد ان سيدنا محمدا عبده و رسوله النبي
المختار. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله الأطهار وأصحابه الأخيار وسلم تسليما
كثيرا أَمَّا بَعْد
فياأيها
الناس اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون
ُفَقَالَ
تَعَالَى فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا
مِن
فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا
لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah di hari ini kita mempertebal ketaqwaan kita
kepada Allah dengan menghindarkan diri dari kecurangan,kebohongan dan berbagai
sifat tercela lainnya. Dan memulai hai-hari dengan penuh kejujuran karena
kejujuran akan membuahkan kehalalan dan kehalalan yang kita konsumsi menentukan
nasib kita selanjutnya.
Hadirin yang Dirahmati Allah
Bekerja mencari rizki guna menopang ibadah hukumnya
adalah wajib. Sebagaimana hukum ibadah itu sendiri. Hal ini telah disepakati
oleh ulama. Karena bekerja merupakan salah satu cara memenuhi kebutuhan.
Lebih-lebih bagi mereka yang telah berkeluarga, mereka memiliki tanggung jawab
dan kewajiban memberi nafkah terhadap anak dan istri. Sedangkan nafkah bisa
didapat oleh seseorang yang mau bekerja. Selain itu dengan bekerja seseorang
dapat terhindar dari thama’, menggantungkan diri pada orang lain dan juga
menghindar dari meminta-minta yang mana semua itu termasuk larangan agama.
Dalam al-Jumu’ah ayat 10 Allah berfiman
فَإِذَا
قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا
مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Begitu pentingnya bekerja dan berusaha bagi seorang
muslim. Karena sesungguhnya al-barakatu ma’al harakah bahwa keberkahan
itu akan hadir bersama dengan pergerakan. Dimana ada kemauan untuk berusaha
disitu Allah telah menyediakan keberkahan. Dengan kata lain Islam sangat
membenci orang yang berpangku tangan, mengharapkan dan meminta-minta.
Ibrahim al-Matbuly pernah berpendapat bahwa orang
fakir yang tekun beribadah (kurang berusaha) sedang dia tidak memiliki
pekerjaan karena waktunya habis digunakan beribadah ibarat burung hantu yang
berdiam di rumah kosong. Bahkan dengan sedikit agak keras Al-matbuli berkata:
وَالمُؤْمِنُ
المُخْتِرِفُ اَكْمَلُ عِنْدِى مِنَ المَجَاذِيْبْ مِنْ مَشَايِخِ الزَّوَاَيا
الذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ بِدِيْنِهِمْ وَلَيْسَ بِيَدِهِمْ حِرْفَةٌ دُنْيَوِيَّةٌ
تَعَفُّهُمْ عَنْ صَدَقَاتِ النَّاسِ وَاَوْسَاخِهِمْ
Menurut saya seorang mu’min yang bekerja,
adalah lebih sempurna dari pada orang jadzab (seorang yang dalam dunia sufi
dipahamti sebagai orang yang selalu terlena dengan Allah) seperti guruthariqah
yang memangku jabatan yang mereka makan menggunakan agama, sebab mereka tidak
memiliki pekerjaan duniawi yang bisa memelihara diri dari menerima sedekah umat
Islam dan kotoran-kotoran mereka.
Meskipun pendapat Al-Matbuli ini memerlukan
penjabaran lebih lanjut tentang koneks perkataannya, dan masih bisa
didiskusikan panjang lebar. Tetapi, perkataan itu mengandung pesan bahwa bekerja
dengan usaha sendiri adalah sebuah kemuliaan. Karena disitulah seseorang dapat
menimbang dan memastikan posisi rizki mereka adakah itu hasil yang halal, haram
ataukah syubhat. Berbeda jika hanya menerima dari orang lain. Sungguhpun
pemberian itu didasari keikhlasa, akan tetapi penuh dengan kesyubhatan. Karena
tidak diketahui dari manakah sumbernya.
Bahkan, tidak ada satu cerita pun dari hadits
Rasulullah yang menerangkan larangan beliau kepada para sahabatnya untuk
berhenti bekerja demi menjalankan dakwah agama, padahal waktu itu berdakwah
sangat membutuhkan perhatian mengingat kondisi Islam masih sangat lemah baik
secara sosial dan politik. Justru di kala itu Rasulullah saw tetap
memerintahkan Abu Bakar untuk terus berdagang dan kepada sahabat lainnya untuk
tetap menekuni keahliannya. Malahan ada sebuah hadits yang seolah menyinggung
para sahabat saat itu yang berbunyi:
كَانَ
دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامْ لاَ يَأْكُلُ الُّا مِنْ عَمَلِ يَدِيْهِ
Nabi Daud as tidak pernah makan kecuali dari
hasil pekerjaan tangannya sendiri (HR.Bukhari)
Jama’ah Jum’ah yang Disayang Allah
Meski demikian, bekerja tidaklah cukup asal
bekerja. Hendaknya bekerja harus dilakukan dengan penuh kejujuran. Kejujuran
dalam bekerja wajib pula hukumnya. Karena pekerjaan yang dilakukan dengan jujur
akan sangat mempengaruhi pola beribadah dan perilaku keseharian seorang hamba.
Mengapa demikian, karena sesuatu yang halal merupakan buah dari kejujuran. Dan
mengkonsumsi yang halal akan mempermudah seorang hamba mendekatkan dirinya
kepada Allah swt. Maka yang menjadi pertimbangan di sini adalah proses
bekerjanya bukan hasil dari pekerjaan itu sendiri.
Hasil yang tidak maksimal tetapi diproses secara
sempurna akan menghasilkan keberkahan walaupun kecil kwantitasnya. Namun hasil
yang maksimal dengan proses yang cacat (tidak jujur) akan berdampak pada
kesakitan moral pelakunya meskipun secara kwantitas lebih unggul. Lihatlah
mereka yang bekerja dengan cara menipu ataupun berbohong pasti akan meraih
sukses dalam jangka waktu yang relatif lebih singkat. Tetapi tidak lama pasti
akan menjadi bahan gunjingan. Bukankah begitu nasib koruptor, penipu dan juga
pembohong. Sesungguhnya yang demikian itu sangat dibenci oleh Rasululah saw.
Diceritakan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah
saw pernah berjalan-jalan di pasar melewati setumpuk bahan makanan. Kemudian
beliau memasukkan tangannya ke dalam tumpukan itu. Ternyata pada bagian
dalamnya basah. Kemudian beliau bertanya kepada si penjual “apakah ini?” si
penjual menjawab “Ya Rasul, makanan ini terkena hujan”. Rasulullah saw pun
bertanya kembali “mengapa makanan yang basah ini tidak kamu taruh di atas
sehingga para pembeli bisa melihatnya?” kemudian Rasulullah saw melanjutkan
sabdanya “مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا” (barang siapa menipu umatku, niscaya dia
bukan termasuk golonganku).
Hadits tersebut sangatlah jelas dan mudah dipahami.
Tidak ada kata-kata samar di dalamnya. Bahwa siapapun yang berlaku curang dalam
pekerjaannya maka dia telah tersesat dan tidak termasuk golongan (umat)
Rasulullah saw. Ini artinya kecurangan dan kebohongan sangatlah dicela dalam
Islam.
Meskipun konteks dan pelaku dalam hadits tersebut
adalah pedagang, tetapi tidak berarti pedagang saja yang dianjurkan berlaku
jujur. Namun semua macam usaha dan pekerjaan hendaknya dilakukan dengan jujur,
akrena kecurangan dapat menyeret seseorang keluar dari golongan Rasulullah saw.
Tidak terkecuali para politisi, investor, pejabat dan atupun kuli. Sayanganya
kecurangan dan kebohongan itu kini seolah dibenarkan bahkan dipelajari lengkap
dengan metode dan terorinya dengan kedok manajemen pencitraan. Apakah
pencitraan itu sebuah kejujuran? Silahkan dipertimbangkan sendiri.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Imam Abu Hasan As-Syadzili pernah berpendapat bahwa
seseorang yang bekerja dengan jujur berarti dia telah berjuang melawan hawa
nafsunya yang selalu condong pada kebohongan. Sehingga mereka yang jujur
pantaslah mendapatkan apresiasi sebagaimana para mujahid yang berhasil membunuh
musuh-musuhnya. Dalam sebuah taushiyah dia berkata:
مَنْ
اكْتَسَبَ وَقَامَ بِفَرَائِضِ رَبِّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ فَقَدْ كَمُلَتْ
مُجَاهَدَتُهُ
Barang siapa bekerja dan teguh menjalankan
perintah-perintah Allah, maka benar-benar sempurna perjuangannya dalam melawan
hawa nafsu”
Jamaah jum’ah yang Dirahmati Allah
Setelah kejujuran dalam bekerja kita raih,
hendaklah kita melangkah lagi satu tingkat agar kehidupan ini lebih bermakna.
Yaitu mengisi pekerjaan yang jujur dengan nuansa ibadah. Abu Abbas al-Mursi
berkata:
عَلَيْكُمْ
بِالسَّبَبِ وَلْيَجْعَلْ أَحَدُكُمْ مَكُوْكَهُ سَبْحَةً وَقَدُوْمَهُ سَبْحَةً
وَاْلخِيَاطَةُ سَبْحَةً والسفَرُ سبحةً
Bekerjalah kamu dan jadikanlah alat tenunmu
(bila engkau penenun) sebagai tasbih. Menjadikan kampak (bila bekerja sebagai
tukang kayu) sebagai tasbih dan menjadikan jarum (bila sebagai penjahit) sebagai
tasbih, dan menjadikan kepergiannya (bila berdagang) sebagai tasbih.
Karena itu apapun bentuk keahlian dan dimanapun
pekerjaan itu bukanlah sekedar sumber penghasilan semata tetapi juga sumber
ibadah.
Demikianlah khotbah singkat kali ini, semoga hal
ini dapat menjadi bahan renungan yang mendalam, bagi kita semua amin.
باَرَكَ
اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ
والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ
رَحِيْمٌ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا
النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا
اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ
ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ
وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ
وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
No comments:
Post a Comment